Pages

Sabtu, 19 Juni 2010

Tugas-Tugas Perjuangan Kedepan LMND


(Program Perjuangan LMND Kongres IV 2006)

I. Situasi Konkret

Pengantar

Program kita setepat mungkin haruslah mencerminkan penyelesaian problem-problem pokok yang dihadapi rakyat saat ini. Karena itu Program Perjuangan Organisasi Mahasiswa kita kedepan harus berbasiskan kebutuhan objektif (keharusan sejarah) tahap perubahan di Indonesia. Ukurannya adalah sejauh mana program-programnya memenuhi batas objektif untuk diterapkan dan berkemampuan menyediakan prasyarat bagi pembangunan masyarakat yang lebih maju, modern, berkeadilan sosial , dan beradab.

Menurut Dirjen Pendidikan Tinggi, Depdiknas, saat ini, sekitar 4 juta mahasiswa terdaftar pada lebih kurang 2381 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Dengan jumlah penduduk usia 19-24 tahun sebesar lebih kurang 28 juta orang. Ini berarti tingkat partisipasi pendidikan tinggi nasional baru sekitar 14 persen, jauh di bawah negara-negara anggota Asean yang telah mencapai tingkat partisipasi sebesar 28 di Malaysia sampai 30 persen di Filipina. Dalam situasi ini, sebagaimana dijelaskan dalam Situasi Nasional, mahasiswa menghadapi serbuan penetrasi kapitalisme yang semakin dasyat oleh komersialisasi/kapitalisasi pendidikan. Kenyataan ini juga menunjukan bahwa akses rakyat, khususnya pemuda/pelajar terhadap dunia pendidikan tinggi masih sangat rendah. Hal ini jelas menyulitkan misi sosial dari dunia pendidikan tinggi untuk memperkuat human capital sebagai dasar bagi pembangunan masyarakat Indonesia yang modern, tangguh, mandiri, dan massal sehingga mampu memakmurkan seluruh rakyat. Pendidikan, diabdikan sebagai ajang untuk akumulasi profit dan para mahasiswa diarahkan untuk menjadi sekrup-sekrup kapitalisme.

II. Akar Problem

A. Problem-Problem Mendasar Masyarakat Indonesia :

1. Kapitalisme Neo-Liberal dengan alat-alatnya ; WTO, WB, IMF, Paris Club dll

2. Rejim Boneka-nya di Indonesia ; Pemerintahan SBY-JK dan atau Pemerintahan Borjuasi lain.

3. Sisa-Sisa Feodalisme dalam budaya.

4. Militerisme dalam demokrasi borjuis.

B. Problem Politik Mendasar Masyarakat Indonesia:

1. Liberalisasi Politik sebagai konsekuensi demokrasi borjuis yang semu membuat kebebasan yang didapat menjadi terbatas pada kepentingan akumulasi modal neo-liberal.

2. Liberasilisasi politik adalah hasil positif dari perjuangan demokratik rakyat dan mahasiswa. Liberalisasi telah mengangkat kebebasan rakyat untuk memperjuangkan aspirasi-aspirasinya. Perjuangan rakyat dalam masa liberalisasi politik telah mencapai skala yang sedemikian luasnya, jika diukur dari jumlah serikat buruh, organsiasi mahasiswa, organisasi petani dan rakyat miskin kota yang terbentuk, juga beragamnya tuntutan keadilan yang diperjuangkan oleh rakyat. Luasnya perlawanan ini sebagian besar merupakan respon langsung terhadap kebijakan neloliberal yang merugikan kepentingan seluruh rakyat, juga tuntutan akan pemerintahan yang bersih.

3. Kemajuan kuantitatif dari perjuangan rakyat ini sejauh ini belum menghasilkan kualitas perjuangan politik yang lebih maju. Perjuangan rakyat ini secara umum masih berkarakter spontan, sektoral, juga tak kurang banyaknya sangat berkarakter lokal. Sejauh ini unsur-unsur termaju dari gerakan rakyat belum mampu merumuskan bentuk-bentuk konsoldasi gerakan yang mampu memajukan aspek-aspek positif yang sudah dicapai. Berbagai bentuk konsolidasi gerakan, baik dalam kerangka multisektor dan sektoral belum mampu menjawab kebutuhan melahirkan konsoldiasi gerakan yang efektif dan secara politik berkemampuan memimpin dan mengarahkan perjuangan rakyat. Tidak suksesnya bentuk-bentuk konsolidasi yang dilakukan juga mencerminkan kurangnya pemahaman pentingnya konsolidasi gerakan yang berkarakter nasional, dilihat kepentingan bersama seluruh rakyat, programnya, juga tindakan-tindakan politiknya. Ikatan nasional dari perjuangan rakyat semakin memudar ditengah keberhasilan kaum imperialis menanamkan kesadaran palsu bahwa otonomi daerah adalah segala-galanya, bahwa seluruh pengertian sentralisasi adalah Orde Baruis dsb. Ini menunjukan bahwa perjuangan di lapangan ideologi harus dijalankan lebih maksimal lagi.

4. Ketiadaan alternatif politik yang bisa secara luas mampu mengisi panggung politik dalam liberalisasi yang ada untuk menjadi gerakan politik kerakyatan yang luas dan massal. Alat alternatif ini harus dirancang untuk sanggup berjuang disegala lini perjuangan. Liberalisasi politik telah menyebarkan panggung-panggung kekuasaan ke dalam berbagai bentuk, cukup berbeda dengan situasi dahulu ketika ikatan nasional dari perjuangan masih kuat –yaitu menjatuhkan kediktatoran Orde Baru, ketika bentuk pertarungan tidak lagi hanya berbentuk antara gerakan massa versus Suharto dan kroninya. Situasi ini menuntut bahwa alat perjuangan yang dimaksud selain berskala nasional, juga mampu mengkombinasikan berbagai taktik perjuangan. Kombinasi taktik ini bukan untuk memundurkan bentuk perjuangan aksi massa sebagai bentuk perjuangan yang utama akan tetapi justru kemajuan dan kualitas dari perjuangan gerakan massa akan meningkat dari kemampuan gerakan rakyat mengkombinasikan berbagai taktik perjuangan. Taktik yang tidak boleh diremehkan oleh gerakan rakyat adalah gerakan mampu mengambil manfaat dari demokrasi elektoral.

5. Alternatif politik atau alat politik yang dimaksud guna menjawab fragmentasi dari perjuangan rakyat tidak bisa lain adalah front persatuan nasional. Kebutuhan akan persatuan, memperkuat kehendak untuk bersatu, dan menjalankannya secara kongkrit dalam seluruh aktifitas perjuangan adalah tugas dan sekaligus tantangan mendesak bagi setiap unsur dari gerakan rakyat.

C. Problem Ekonomi Mendasar Masyarakat Indonesia:

1. Kehancuran basis produksi negara (industri nasional) yang melemahkan kemampuan ekonomi negara untuk membangun basis ekonomi yang produktif dan kerakyatan.

2. Merosotnya kesejahteraan rakyat secara umum, hilangnya aset-aset rakyat, beban hutang yang luar biasa mencekik ekonomi rakyat, dan hancurnya perekonomian nasional adal;ah akibat langsung dari kebijakan neoliberal yang dijalankan oleh Pemeirntahan SBY-JK. Pemerintahan yang merepresentasikan seluruh kepentingan kaum imperialis dan memusuhi kebijakan ekonomi yang pro mayoritas rakyat. Untuk mengakhiri situasi ini, untuk mengakhiri penghisapan atas rakyat dan sumber daya rakyat oleh kaum imperialis tidak ada jalan lain bahwa pemerintahan SBY-JK dan seluruh kekuatan politik, akademisi yang bersedia menjadi kakitangan kaum imperialis sebagai musuh pokok dari perjuangan rakyat, tidak terkecuali gerakan mahasiswa.

D. Problem Mendasar Mahasiswa (Sebagai Turunan Problem Pokok Masyarakat Indonesia)

1. Kurangnya infrastruktur pendidikan, terutama Universitas-universitas untuk mampu secara massal menampung seluruh rakyat sebagai peserta didiknya.

2. Kapitalisme di bidang pendidikan (BHMN/Swastanisasi, program yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar (seperti Link & Match), penutupan jurusan-jurusan yang dianggap tidak menghasilkan profit, dll).

3. Hal ini menyebabkan konsep pendidikan, sistem pendidikan, kurikulum pendidikan, dan pelembagaan dari sistem pendidikan tinggi tidak mampu memberi sumbangan yang signifikan bagi pembangunan masyarakat Indonesia yang produktif, modern, ilmiah, dan massal. Kalangan perguruan tinggi gagal melahirkan dan menjawab konsep industrialisasi nasional yang mendorong kemandirian bangsa ditengah ekspansi negeri-negeri imperialis.

4. Tata-hubungan kelembagaan dalam kampus yang tidak demokratis, dimana kedudukan lembaga/majelis/dewan mahasiswa yang tidak setara dengan birokrasi kampus. Hal ini juga mengakibatkan mahasiswa hanya sebagai pelengkap penderita dari sistem yang tidak adil: kesewenang-wenangan dalam kebijakan SPP, iuran, materi kuliah, dll.

E. Problem Gerakan Mahasiswa Mendasar :

1. Ketiadaan Orientasi yang Strategis dalam membangun demokrasi kerakyatan (Ideologi)

2. Ketiadaan Kepemimpinan Politik di Kampus-Kampus yang mampu melibatkan mahasiswa secara luas untuk berempati pada persoalan kerakyatan dan atau bersolidaritas dalam perjuangannya.

3. Kurang meluasnya struktur gerakan mahasiswa progresif di kampus-kampus.

4. Peranan historis kampus sebagai panggung perjuangan mulai memudar. Sehingga aktifitas-aktifitas politik di kampus intensitasnya jauh menurun jika dibandingkan dengan periode gerakan mahasiswa dalam menjatuhkan kediktatoran Orde Baru.

5. Ketiadaan Persatuan Gerakan Mahasiswa yang strategis dalam membangun demokrasi kerakyatan.

F. Problem Gerakan Demokratik-Kerakyatan Mendasar :

1. Ketiadaan Persatuan yang kuat dan luas dari unsur-unsur gerakan seluruh sektor masyarakat yang mampu menjadi wadah perjuangan demokrasi dan kerakyatan yang luas dan kuat sebagai alternatif politik bagi rakyat.

2. Ketiadaan orientasi yang strategis dalam membangun alternatif politik bagi rakyat dalam memecahkan problem-problem yang dihadapi secara simultan.

III. Kekuatan Pokok, Musuh-Musuh dan Sekutu Kita

A. Siapa Kekuatan Pokok Kita?

Kekuatan pokok perjuangan pembebasan mahasiswa Indonesia adalah mayoritas massa mahasiswa yang mengalami dampak penerapan sistem kapitalisme, baik berupa komersialisasi pendidikan (BHMN, Swastanisasi, Pembukaan jurusan-jurusan ‘komersil’ pabrik engsel kapitalisme, dll) ataupun penindasan tidak langsung dalam kaitannya dengan sistem pendidikan yang tidak demokratik, serta kapitalisme secara umum yang menyengsarakan rakyat dan berperan besar bagi semakin lemahnya akses pada bidang pendidikan yang bersifat sosial.

B. Siapa Musuh Kita?

Musuh-musuh kita adalah:

1. Pemerintah yang menerapkan sistem kapitalisme, khususnya kapitalisme pendidikan

2. Unsur-Unsur Reaksi dalam Kampus:

a. Birokrat-birokrat kampus yang menjadi agen dari sistem kapitalisme, baik yang secara mendasar meyakini bahwa ‘secara ilmiah” seharusnya model ekonomi-politik sedemikian itu harus diterapkan) maupun agen lainnya yang berusaha mengukuhkan tatanan ini.

b. Intelektual-intelektual yang mempromosikan kapitalisme, neoliebralisme, terutama kapitalisme pendidikan

c. Organisasi-organisasi kemahasiswaan ataupun individu-individu yang dapat dikategorisasikan pro-sistem kapitalisme, terutama kapitalisasi bidang pendidikan.

3. Seluruh kekuatan yang mencerminkan musuh-musuh kelas-kelas tertindas

C. Siapa Sekutu Kita?

Sekutu-sekutu dalam menyelesaikan problem pokok mahasiswa secara khusus dan problem pokok rakyat Indonesia secara umum, adalah:

1. Seluruh kekuatan kelas yang menjadi korban sistem kapitalisme, yakni kaum proletariat (buruh), kaum borjuis kecil, serta kaum semi-proletariat perkotaan dan pedesaan. Mahasiswa dalam melakukan perjuangannya harus melipatgandakan kekuatan dengan menggabungkan dengan kekuatan-kekuatan sekutu tersebut.

2. Unsur-unsur progresif dari kalangan intelektual (dosen) kampus,

3. Pegawai-pegawai universitas/kampus yang mengalami dampak penerapan sistem kapitalisme.

3. Seluruh unsur-unsur progresif ataupun individu dari berbagai organisasi kemahasiswaan yang menentang sitem kapitalisme dan menginginkan tatanan baru yang lebih maju, paling tidak kritis terhadap sistem ini.

III. Tugas Mendesak dan Jalan Keluar

Tugas Mendesak dan Program Perjuangan Kita, sebagai Jalan Keluar bagi pemecahan problem-problem pokok masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa adalah:

A. Program Umum:

Menggantikan Pemerintahan SBY-JK dan atau Pemerintahan Borjuasi Lain yang berkuasa dengan Pemerintahan Alternatif Progresif Kerakyatan –anti Neoliberalisme yang dibangun dari Front Persatuan yang luas dari Gerakan Rakyat Berbagai Sektor Masyarakat : Pemerintahan Persatuan Rakyat, berlandaskan

B. Program Minimum di Lapangan Front:

  1. Penghapusan hutang luar negeri dan penarikan kembali obligasi rekapitalisasi perbankan.

Dua komponen pembiayaan dari APBN ini adalah sumber pemborosan anggaran yang terbesar dan karenanya menghambat potensi anggaran bagi program industrialisasi nasional dan dalam memassalkan dan mengratiskan program-program untuk pembentukan kapital social --seperti pendidikan, kesehatan-- yang menjadi penunjangnya. Dalam tahun anggaran 2006 ini saja dana APBN yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga dari hutang luar negeri mencapai sekitar 140 triliun atau sekitar 27% dari total pendapatan/pengeluaran dari APBN, terdiri dari 11% untuk bunga hutang, dan 16% untuk cicilan pokok. Bandingkan dengan anggaran untuk pembanguannd alam APBN 2006 yang hanya mencapai 7%. Selain itu beban hutang ini juga bersifat merampok uang rakyat karena manfaat dari hutang luar negeri sebagian besar hanya dinikmati oleh negeri-negeri kreditur dan kaum kapitalisnya, serta minoritas kaum kapitalis birokrat dan kroninya dari pemegang kekuasaan di Indonesia yang menjadi pemasok dan kontraktor dari proyek-proyek yang dibiayai dari hutang luar negeri. Sementara itu dana dan bunga obligasi rekapitalisasi perbankan tidak lain dan tidak bukan merupakan subsidi yang dinikmati para bankir, yang kebanyakan juga banker-bankir asing seperti Temasek, Farallon, dan sejenisnya. Praktek ini telah berlangsung selama puluhan tahun sejak berdirinya Orde Baru, dan akan terus membebani rakyat selama puluhan tahun ke depan tanpa keberanian untuk memperjuangkan penghapusannya.

Berbagai macam metode dalam memperjuangkan hutang luar negeri dapat kita pelajari. Soekarno misalnya sama sekali menolak hutang warisan pemerintahan Hindia Belanda yang menjadi salah satu keputusan dari Konferensi Meja Bundar (KMB) di Denhaag pada 1949, dimana secara tidak adil dibebankan pembayarannya kepada rakyat Indonesia. Uni Soviet dalam tahap awal kemenangan Revolusi Oktober 1917 juga menolak pembayaran hutang luar negeri, mereka baru mau membayar ketika tingkat kesejahteraan rakyat soviet sudah meningkat. Atau seperti yang belakangan ini ditunjukkan oleh pemerintahan Argentina, dimana mereka menolak untuk membayar hutang luar negeri sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan agar anggaran Negara dapat diprioritaskan untuk membangun perekonoian Argentina. Tak seperti yang dinyatakan oleh para ekonom, intelektual yang menjadi kakitangan imperialis dimana mereka menakut-nakuti bahwa tuntutan penghapusan hutang akan merusak kredibilitas internasional dan dapat menyebabkan investasi akan merosot, Argentina justru mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Salah satu kuncinya adalah dengan mengalihkan dana pembayaran hutang luar negeri menjadi anggaran untuk pembangunan, dan ketika pemerintahan Argentina mengeluarkan Bond –surat hutang Negara—investor internasional tetap berbondong-bondong untuk membelinya, juga ketika Pemerintah dengan persetujuan parlemen menyatakan bahwa mereka hanya akan memnbayar 30% dari total nilai hutangnya juga tak mengendurkan niat untuk berinvestasi di Argentina. Dengan metode ini pemerintaha Argentina mendapat penghapusan hutang kurang lebih sekitar 72 milyar dollar. Sementara itu Nigeria menempuh metode yang lain, yaitu melobi NGO-NGO di negeri-negeri kreditur untuk mendukung tututan penghapusan luar negeri Nigeria, dan Nigeria juga mendapat pemotongan hampir 90% dari total hutang luar negerinya yang mencapai sekitar 25 milyar dollar.

  1. Nasionalisasi Industri minyak, gas, dan listrik.

Sumber-sumber energi yang utama didalam negeri harus dikuasai oleh Negara. Sehingga hasil sumber daya, dan konsumsi energi dalam negeri dapat diarahkan untuk tujuan-tujuan yang dapat menunjang industri dalam negeri dan kebutuhan konsumsi energi rakyat. Komersialisasi energi hanyalah dalih untuk menguras sumber daya energi nasional bagi kepentingan segelintir imperialis minyak dan energi asing dan kroninya di dalam negeri. Komersialisasi hanya dapat dilakukan sejauh kebutuhan untuk industri dan konsumsi dalam negeri telah tercukupi, dan komersialisasi itu bukan ditujukan terhadap rakyat sendiri seperti yang selama ini berlangsung. Tanpa nasionalisasi kebangkrutan industri pupuk dan komersialisasi pupuk seperti yang selama ini berlangsung karena kekuarangan pasokan gas yang terbukti menyengsarakan kaum tani akan terus berlangsung. Bertambah mahalnya harga BBM dan gas juga akan semakin sering dijadikan dalih bagi PLN untuk menaikan tarif listrik, situasi yang semakin mendorong percepatan kebangkrutan industri dalam negeri, menciptakan pengangguran massal dan memerosotkan kualitas kesejahteraan rakyat.

Banyak metode bagaimana pemerintahan yang pro rakyat dalam menjalankan politik nasionalisasi ini. Itu semua tergantung pada kesadaran, kehendak dan perjuangan rakyat Indonesia sendiri. Apakah seperti metode yang ditempuh Soekarno yaitu menasionalisasi perusahaan dari negeri-negeri Imperialis yang paling bermusuhan dengan perjuangan rakyat Indonesia; atau seperti metode yang ditempuh oleh Salvador Allende dalam periode singkat pemerintahannya, yaitu, dibeli dengan pembayaran dibelakang hari dan metode-metode lainnya.

  1. Membuka lapangan kerja dengan program industrialisasi nasional.

Adalah keliru jika pembukaan lapangan kerja mengandalkan pada investor asing dan swasta dalam negeri. Hal ini terbukti rentan terhadap gejolak ekonomi ditingkat global dan mengorbankan hak-hak buruh sebagai cara untuk menarik investor asing. Sumber-sumber ekonomi dan kapital strategis yang dikuasai Negara harus diarahkan untuk mendirikan secara massal industri di dalam negeri. Pemerintah harus membangun, melindungi dan mengembangkan industri-industri dasar seperti baja, permesinan, kelistrikan, industri pertanian, farmasi, automotif, kereta api, perkapalan, telekomunikasi, optik. Tanpa hal ini adalah tidak masuk akal untuk mengatasi persoalan pengangguran kecuali jatuh pada program belas kasihan, populisme seperti BLT, padat karya bersih-bersih jalan dan selokan yang tidak menguatkan tenaga produktif dalam negeri dan memboroskan anggaran Negara.

  1. Melindungi industri dalam negeri dan melakukan control dan pengawasan terhadap perdagangan umum dengan luar negeri.

Perdagangan dengan luar negeri dalam bentuk ekspor dapat dilakukan sejauh kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi, diluar tujuan ini ekspor harus dikenakan pajak yang tinggi dan dalam bentuk impor dapat dilakukan dalam kerangka menguatkan program industrialiasi nasional misalnya mengimpor mesin dan barang modal yang belum dapat diproduksi di dalam negeri dan sebagainya. Hanya dengan perlindungan, dan subsidi dari pemerintah kebangkrutan massal industri dalam negeri yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini dapat dihentikand an seterusnya dicegah dan kapasitas produksi dari industri dalam negeri dapat dipulihkan. Berbagai pilihan kebijakan dapat ditempuh dalam kerangka melindungi dan menyelamatkan industri dalam negeri dari kebangkrutan. Misalnya seperti kebijakan co-manajement yang ditempuh oleh Pemerintahan Chaves di Venezuela dimana perusahaan-perusahaan yang bangkrut diberi modal oleh Negara kemudian manajemen dan pengelolaannya diserahkan kepada kaum buruh diperusahaan yang bersangkutan. Atau dalam jangka pendek seperti yang dijalankan oleh Presiden Roosevelt pda masa depresi besar tahun 1930-an, yaitu, hasil-hasil produksi perusahaan dalam negeri yang mengalami kesulitan dalam pemasarannya dibeli oleh Negara dan kemudian oleh Negara dijual kembali. Metode kedua ini dapat memanfaatkan Bulog sebagai instrumennya yaitu dengan memperluas tanggungjawab bulog dari sekedar menstabilkan harga beras menjadi sentral dari distribusi produksi industri dalam negeri namun juga dengan membabat habis korupsi di dalam tubuh Bulog.

  1. Pendidikan dan Kesehatan Gratis untuk seluruh rakyat.

Pendidikan gratis ini mencakup segala jenjang pendidikan. Program penggratisan pendidikan hingga SMP oleh Pemerintahan SBY-Kalla terbukti bohong dan tidak mengatasi persoalan. Faktanya sebagian besar TK, SD, dan SMP masih memungut biaya dari murid, dan program pendidikan gratis ini tidak mencakup keseluruhan biaya pendidikan (transportasi, buku-buku, asrama dan sebagainya). Selain itu lulusan SMP juga tidak memadai untuk terserap oleh lapangan industri dan tidak mampu menjadi dasar kapital social yang kuat yang dapat menunjang program industrialisasi nasional. Sementara itu prioritas dari program pendidikan gratis ini harus sejalan dengan kebutuhan untuk menguatkan program Industrialisasi nasional, yaitu memprioritaskan pendidikan dalam bidang teknik, pertanian, geologi, farmasi, juga bidang kedokteran. Demikian juga jalur-jalur pendidikan non formal atau kursus-kursus ketrampilan yang juga harus difasilitasi oleh Negara tekanan prioritasnya mengabdi pada kepentingan program industrialisasi nasional. Program demikian juga yangs edanag dijalankan oleh pemerintahan rogressif Chaves di Venezuela melalui program-program Mission Ribas, Mission Sucre dan sebagainya. Demikian juga dengan program kesehatan gratis, semua golongan harus digratiskan dari biaya rawat inap, konsultasi dan jasa dokter atau medis, dan obat-obatannya. Program belas kasihan dengan dalih menggratiskan untuk yang miskin saja hanyalah menciptakan sumber penyelewengan dan korupsi baru. Ditengah standarisasi ukuran kemiskinan yang beraneka ragam dan sarat kepentingan politis adalah jauh lebih sulit menghitung jumlah orang miskin ketimbang orang kaya. Propaganda dari intelektual dan birokrat antek-antek imperialis yang menyatakan bahwa subsidi harus tepat sasaran adalah pura-pura tidak tahu persoalan dan menipu rakyat. Ada seribu macam instrument kebijakan yang dapat digunakan untuk menarik kembali subsidi yang jatuh pada golongan yang dinyatakan orang kaya ketimbang muluk-muluk menyatakan bahwa subsidi hanya untuk orang miskin –yang standar kemiskinannya telah direndahkan sedemikian rupa. Sehingga yang terjadi adalah orang miskin justru dijadikan industri dan komoditi oleh segelintir kaum pemodal dan birokrat korup untuk berbagai macam program belas kasihan: BLT/SLT Bantuan Langsung Tunai/Subsidi Langsung Tunai), minyak tanah bersubsidi, solar bersubsidi, beras miskin/raskin dsb. Disetiap kecamatan minimal hars ada satu poliklinik, dan disetiap desa/kelirahan minimal terdapat satu puskesmas. Memassalkan, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta menggratiskannya adalah syarat bagi peningkatan human capital yang mutlak perlu bagi keberhasilan program industrialisasi nasional.

  1. Upah Minimum Nasional sesuai KHL Untuk Kaum Buruh. Penghitungan standar Kebutuhan Hidup layak (KHL) berdasarkan rata-rata standar KHL 9 kota industri utama. Kota industri utama yang dimaksud adalah: Jakarta, Tangerang, Medan, Batam, Bandung, Semarang, Surabaya, Makasar, Balikapapan

Penghitungannya dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang merupakan lembaga Tripartit. Selain untuk meningkatkan tingkat upah yang layak dan kesejahteraan bagi kaum buruh juga bertujuan agar kesenjangan perkembangan industri, kesenjangan pendapatan, kesenjangan desa dan kota, kesenjangan konsentrasi kapital, kesenjangan konsentrasi penduduk dapat dikurangi. Sehingga tenaga kerja di pedesaan atau kota-kota kecil tidak perlu untuk melakukan urbanisasi ke kota-kota besar tertentu untuk mendapatkan pekerjaan dengan tingkat upah yang lebih tinggi. Tentu saja ketentuan ini hanya berlaku bagi perusahaan swasta atau BUMN yang mampu, bagi yang belum mampu tingkat kenaikannya ditentukan oleh Dewan Pengupahan – Dewan Pengupahan setempat, dan sebaliknya bagi perusahaan yang berkemampuan memberi upah lebih tinggi dari upah minimum nasional juga diwajibkan oleh Dewan Pengupahan setempat untuk memberikannya.

  1. Menurunkan harga sarana produksi pertanian, perlindungan terhadap hasil-hasil pertanian dalam negeri, dan penyelesaian sengketa Agraria dengan mengutamakan keadilan dan kesejahteraan untuk kaum tani. Sarana produksi yang dimaksud terutama pupuk dan mesin-mesin pertanian (traktor, mesin giling, mesin perontok, mesin pengering). Agar supaya harga pupuk dapat ditekan adalah mutlak perlu menasionalisasi industri gas, minyak, dan listrik sehingga harganya dapat ditekan. Penutupan pabrik-pabrik pupuk oleh karena kekurangan pasokan gas seperti yang selama ini terjadi diakibatkan oleh karena pemerintah dari zaman orde baru hingga SBY-Kalla telah menjadi kacung dari kaum imperialis yang menguasai industri gas. Kenyataan ditutupnya pabrik-pabrik pupuk oleh karena kekurangan gasselayaknya menjadi vonis mati Pemerintahan SBY-Kalla dihadapan kaum tani. Negara juga harus memfasilitasi, mengembangkan, dan memajukan industri mesin-mesin pertanian, dan juga industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Dalam masa transisi, dimana dibutuhkan proses untuk menuju kemampuan dalam negeri dalam memproduksi mesin-mesin bagi industri pertanian diperbolehkan melakukan impor mesin-mesin bagi industri pertanian.

Penyelesaian konflik atau sengketa agraria juga menjadi agenda yang bersifat mendesak. Kaum tani telah ditindas secara fisik dalam mempertahankan hak-hak atas tanahnya selama puluhan tahun, sejak berdirinya kekuasaan Orde Baru hingga saat ini. Dalam kurun waktu kurang lebih selama 30 tahun, sejak 1970 hingga 2001, terjadi 1.753 kasus sengketa tanah. Dari keseluruhan sengketa tersebut, 19.6% terjadi akibat diterbitkannya perpanjangan HGU atau diterbitkannya HGU baru untuk usaha perkebunan besar. 13.9% dari jumlah kasus merupakan sengketa akibat pengembangan sarana umum dan fasilitas perkotaan; 13.2% akibat pengembangan perumahan dan kota baru; 8.0% merupakan sengketa tanah di dalam kawasan yang ditetapkan sebagai hutan produksi; 6.6% merupakan sengketa akibat pengembangan pabrik-pabrik dan kawasan industri; 4.4% sengketa akibat pembangunan bendungan (large dams) dan sarana pengairan; dan 4.2% adalah sengketa yang terjadi akibat pembangunan sarana pariwisata, hotel-hotel dan resort, termasuk pembuatan lapangan-lapangan golf. Dalam sengketa-sengketa dan konflik itu tidak kurang dari 1.090.868 rumah tangga telah menjadi korban langsung, dan meliputi tidak kurang dari 10.5 juta hektar lahan yang disengketakan. Prinsip dalam penyelesaian sengketa agrarian adalah mengembalikan kepada kaum tani yang menjadi korban perampasan tanah disertai ganti rugi jika tanah tersebut belum berubah menjadi kapital yang produktif, jika tanah yang menjadi sengketa sudah menjadi kapital yang lebih produktif pengelolaannya diserahkan kepada kaum tani yang menjadi korban dengan membentuk Dewan Tani dan atau memberikan ganti untung –dan bukan ganti rugi--jika yang kaum tani yang bersangkutan menghendakinya. Tanah-tanah negara dan swasta yang tidak dikelola secara produktif didistribusikan kepada kaum tani dan pengelolaannya diserahkan kepada Dewan Tani – Dewan Tani setempat.

  1. Nasionalisasi Industri Perbankan dalam negeri.

Proses privatisasi terhadap berbagai bank dalam negeri harus ditinjau ulang. Karena hanya menguntungkan bankir-bankir imperialis seperti Temasek, Farallon, sebab turut serta didalam bank-bank yang dijual itu ratusan triliun dana obligasi rekapitalisasi perbankan yang setiap tahunnya membebani ABPN puluhan triliun. Dan subsidi ini dinikmati oleh bankir-bankir imperialis seperti Temasek dan Farallon. Kepemilikan asing terhadap bank-bank di dalam negeri harus dibatasi karena dapat merugikan perekonomian nasional. Penguasaan bank adalah jalan tol bagi kaum imperialis untuk menguasai sector-sektor ekonomi penting lainnya. Penguasaan bank dalam negeri oleh asing terbukti menyulitkan dalam menjalankan peranan nasional dari perbankan untuk mendukung proses industrialiasi nasional. Kredit-kredit hanya diarahkan untuk sector konsumsi, dimana barang-barang konsumsi yang diperdagangkan juga produk dari negeri-negeri imperialis sendiri. Bank asing hanya boleh beroperasi sebagai cabang dari bank-bank di negeri induknya dengan membatasi operasionalnya.

  1. Penyelamatan asset-aset nasional dari program privatisasi BUMN dan liberalisasi asset-aset ekonomi strategis lainnya (air, migas, listrik, rumah sakit, universitas dan sebagainya) dari Pemerintahan SBY-Kalla.

Program ini terbukti merugikan adanya. Apalagi tak seperti yang digembargemborkan para penganjur privatisasi bahwa selama ini BUMN membebani Negara, ternyata BUMN-BUMN yang dijual adalah BUMN-BUMN yang justru mendapat laba usaha yang besar. Selain itu privatisasi juga menjauhkan akses rakyat terhadap barang-barang kebutuhan dan jasa yang pokok karena setelah diprivatisasi pemilik modalnya, yang kebanyakan asing demi mengeruk laba yang sebesar-besarnya terus menaikan harga jual produknya.

  1. Bubarkan KomandoTeritorial TNI.

Lembaga Koter ini selama ini, apalagi pada masa Orde Baru terbukti telah menjadi mesin penghancur demokrasi. Tak terbilang korban-korbannya. Mempertahankan lembaga Koter sama artinya meletakan bom waktu bagi demokrasi, dan pemborosan yang luar biasa dari APBN apapun dalihnya. Mau dalihnya untuk pemberantasan terorisme, menjaga stabilitas, membasmi kekuatan ekstrim kiri dan ekstrim kanan dan ekstrim-ekstrim lainnya Koter terbukti merusak demokrasi karena wataknya yang ekstra yudisial dan latar belakang masih dominannya jenderal-jenderal TNI yang gemar berpolitik. Koter juga merupakan sumber pemborosan anggaran Negara yang luar biasa besar, bisa dibayangkan berapa besar anggara negara harus membiayai biaya operasional sekian puluh ribu Babinsa yang ada disetiap kelurahan di Indonesia, sekian Koramil yang ada disetiap kecamatan, sekian ratus Kodim disetiap Kabupaten, Korem, di Karesidenan, dan Kodam-kodam dihampir setiap propinsi diseluruh Indonesia. Dibawah pemerintahan SBY-Kalla jumlah Komando Teritorial justru semakin bertambah. Front Persatuan Nasional adalah kekuatan rakyat yang akan menjadi pembela garda depan terhadap hak-hak demokratik rakyat.

Seluruh bentuk diskriminasi politik oleh karena perbedaan ideologi, gender, keyakinan agama, etnis, orientasi seksual adalah musuh daripada Front Persatuan Nasional.

C. Program Di Bidang Ideologi

  1. Memperkuat kesadaran massa mahasiswa Indonesia dengan menyebarkan berbagai materi-materi alternatif-progresif, melalui buku, pamflet, selebaran/leaflet, termasuk secara reguler menerbitkan Suara Pelopor (Supel) dan Newsletter Lawan.
  2. Menyelenggarakan kursus-kursus terbuka bagi massa ataupun kursus penguatan ideologi bagi anggota.

D. Program di Bidang Politik :

  1. Mengkampanyekan Persatuan Gerakan Rakyat sebagai kekuatan sejati perubahan bagi masyarakat indonesia agar tidak lagi terjatuh dalam cengkeraman borjuasi antek neo-liberalisme.
  2. Mengkampanyekan Solusi-Solusi Kerakyatan secara demokratis atas berbagai persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat.
  3. Membangun Alat Politik Alternatif untuk ikut mengisi panggung politik nasional dalam liberalisasi politik demokrasi borjuis dalam bentuk Partai Politik untuk terlibat PEMILU 2009 yang harus disiapkan sejak dini.
  4. Lebih menguatkan lagi peranannya sebagai pelopor garda depan dalam menjalankan politik front perstauan multisektor sebagai alat perjuangan alternatif dari perjuangan rakyat.

E. Program di Bidang Organisasi :

  1. Mengembalikan bentuk organisasi LMND dari organisasi massa menjadi organisasi payung sektor mahasiswa dalam bentuk LIGA
  2. Seluruh mesin agitasi perjuangan dari organisasi harus dihidupkan, dipertahankan regularitasnya, dan secara bertahap harus ditingkatkan kuantitasnya (koran, selebaran, pamflet, website, diskusi-diskusi, pendidikan-pendidikan bagi anggota dan terbuka)
  3. Meluaskan kekuatan LMND dengan membuka cabang-cabang baru di tingkat kota/provinsi ataupun kampus (Fakultas hingga Jurusan)
  4. Terlibat aktif merebut panggung-panggung dalam kampus melalui BEM, SENAT, HMJ, UKM, dll. Kreatifitas taktik. Seluruh lembaga-lembaga formal di kampus, seminimal apapun peluangnya harus diambil manfaatnya bagi perjuangan gerakan mahasiswa progresif kerakyatan.
  5. Memperbaiki manajemen organisasi: struktur, mekanisme rekruitmen, mekanisme koordinasi di cabang setempat ataupun dalam kaitannya dengan jenjang di atasnya.
  6. Meneliti dan terlibat aktif dalam upaya menyatukan kekuatan-kekuatan mahasiswa yang memiliki tendensi ideologis sama yakni anti imperialisme/neo-liberalisme
  7. Mempersiapkan anggota-anggota untuk terjun dalam perjuangan rakyat Indonesia, dengan menjadi organiser-organiser rakyat yang militan, handal, serta penuh dedikasi.