Pages

Jumat, 18 Juni 2010

Belajar Melihat Rakyat

Di dalam seni pertunjukan masyarakat feodalistik rakyat tidak ditampilkan sebagai elemen penting dalam cerita pertunjukan, Raja-raja, para satria adala tokoh central yang ditonjolkan. Tokoh-tokoh kecil yang mempresentasikan sosok rakyat seperti punakawan ditampilkan sebagai figur-figur insidental yang penampilannya lebih banyak sebagai pengocok perut pendengar melalui adegan goro-goro. Demikianlah tanpa bisa dirawar dan di kritik, raja, satria dan para ningrat menjadi idola para pendengar. sedangkan figur-figur yang mempresentasikan para rakyat seperti punakawan dikesampingkan. sebagai asesoris atau figura.
Dimasa kekuasaan raja-raja feodal seni pertunjukan emang tidak menampilkan kondidi-kondisi ril didalam masyarakat atau penderitaan yang dialami rakyat. sehingga para penguasa ketika itu tidak pernah melihat nasib rakyat nya sendiri meski hanya melalui seni pertunjukan.
mainset dan mentalitas tidak melihat rakyat ini sampai sekarang masih berlangsung, sehingga mentri perhubungan tidak pernah tau ada rakyat berdiri selama 12 jam dalam gegbrong kereta ekonomi jurusan jakarta - Jogya sambil menahan kencing dan buang air besar.kereta toilet kotor dan bau didalam gerbrong dijadikan tempat duduk oleh penumpang yang berebut tidak kebagian tempat.
atau sang mentri tidak tau bahwa jalur-jalur kereta api umumnya di penuhi oleh banyak sampah dan menimbulkan bau, sihingga tidak ada kenyamanan bagi penumpang dari kalangan rakyat kecil. atau mungkin mentri yang membidangi kebudayaan dan pariwisata tidak pernah tau bahwa group-group teater yang selama ini menjadi bagian simpul-simpul kebudayaan terpaksa hidup senin-kamis tanpa ada sokongan danperhatian yang pasti. sehingga di era cyberspace seperti ini masih terdapat teater keliling di zaman dardanela atau zaman rintisan group sandiwara Miss Tjitjih, seperti halnya group teater Qosidah melatih yang membawakan lakon-lakon suara dibawah pimpinan kalong prajasasmita dan Evi Pohan yang merupakan anak asuh Dramawan besar WS.Rendra.
Para elit dan partai memang tidak mengakar pada rakyat, sebaliknya mereka bertindak manipulatif terhada Rakyat. kalau dulu Soekarno mengatakan letakkan telingamu ke Bumi supaya sehingga bisa kau dengar suara dan denyut jantung rakyat, para elit dan partai-partai sekarang tidak ubahnya para seperti para Tirani dan despot di zaman kerajaan feodal tempo dulu, tidak mau melihat nasib rakyatnya sendiri. lebih suka menerima laporan ABS (asal bapak senang) dengan cara berfikir legalistik-srukturalis dan sikap formal yang normatif. padahal kita tau dizaman yang tidak Normal seperti ini yang dipenuhi oleh para normal perilaku normatif tidak akan menyelesaikan persoalan dengan kat alain sudah Basi.
dari
iniorangbiasa@yahoo.com

Tidak ada komentar: