Pages

Rabu, 16 Juni 2010

Islam dalam tinjauan Madilog


Tan Malaka, seorang yang dikenal sebagai orang ‘kiri’ dan pernah menjadi orang penting di Comintern/Komunis Internasional ternyata memiliki kesan positif sedemikian rupa terhadap agama, dalam hal ini Islam. Di Jawa kita mengenal tokoh seperti Haji Misbah, seorang ‘Haji Merah’. Dari Sumatra kita mengenal Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka namanya, lahir di Bukittinggi ranah Minangkabau tempatnya. Hingga saat ini, dialah satu-satunya anak Minang atau putra Indonesia yang pernah menjadi anggota Parlemen di Negara penjajahnya, Belanda. Malang-melintang, mengembara ke sana-ke mari ke berbagai pelosok dunia mencari ilmu, mencari penghidupan dan organisator pergerakan.

Ia menguasai lebih dari 5 bahasa dunia, Belanda, Rusia, Cina, Pilipina dan lain-lain. Tiap-tiap menjejakan kaki di sebuah negeri sebuah nama telah disiapkan, nama negeri itu. Tidaklah di Pilipina ia dikenal dengan Tan Malaka tetapi nama seorang Pilipina yang berbahasa Tagalog begitu juga di Hongkong, Cina daratan, Singapura dan sebagainya.

Hamka, yang pada akhir 1940-an jiwa revolusionernya sedang menggelora memberikan kata pengantar dalam buku ini menyebutkan bahwa ke-3 pemimpin besar Indonesia yakni Soekarno, Hatta dan Tan Malaka telah menunjukkan roh Islam yang utama walaupun pemerintah colonial berusaha keras mendidik anak bangsa agar terpengaruh jiwa individualism dan materialism. Hamka insyaf bahwa untuk membela agama dan Islam menguasai pikiran masyarakat kita perlu memperluas pengetahuan seperti sosiologi, dialektika, logika dan sebagainya. Ke-3 pemimpin besar diatas dalam pengkhidmatannya terhadap bangsa ibarat orang yang berijtihad kadang-kadang salah dan kadang-kadang benar. Salah dapat 1 pahala dan benar dapat 2 pahala.

Buku ‘Islam dalam Tinjauan Madilog’ adalah sebuah pengakuan tulus dan jujur dari seorang pejuang ‘kiri’ bahwa kesan dan pengaruh Islam sebagai sumber ideologinya tidaklah hilang dan mati. Ia senantiasa hidup dalam sanubarinya.

Pengalaman dan didikan kuat dari orangtua dalam hal agama begitu terpatri dalam jiwa. Ia lahir dari sebuah keluarga taat beragama yang dengan cintanya menyebut nama Tuhan dan ayat-ayatnya ketika meninggal. Leluhur keluarga ini dulunya ketika Islam masih minoritas di ranah Minang dan Nusantara pada umumnya pernah lahir seorang alim-ulama. Ibrahim kecil (Tan Malaka) adalah seorang yang demikian harunya ketika ibu-bapanya mengisahkan seorang yatim dan piatu bernama Muhammad, matanya lalu basah menangis. Begitu cintanya kpd Kitab suci Alquran sehingga dalam umur yg masih muda telah bisa menafsirkan ayat-ayatnya dan diberi amanat mengajarkan Alquran kpd orang-orang. Ibrahim juga mencintai bahasa Arab. Katanya, “Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna kaya, merdu jitu dan mulia.” (hal. 5). Bahasa Arab selanjutnya memberi pengaruh dalam kata-kata bahasa Indonesia.

Pengakuan dan kesan Tan Malaka secara garis besar dibagi menjadi beberapa pokok bahasan; pertama: keesaan dan kemahakuasaanTuhan, kedua: persamaan manusia dan manusia terhadap Tuhan, ketiga: keistimewaan ajaran Islam, perkembangan dan pengaruhnya terhadap perkembangan sejarah bangsa Arab dan pemeluknya selain bangsa Arab serta pengaruhnya terhadap ajaran agama lain, keempat: masalah surga dan neraka adalah soal kepercayaan yang dikembalikan kepada masing-masing individu.

Permulaan permbahasan ialah mengenai pendidikan agama sejak masa kecil Ibrahim, kecintaan orangtuanya terhadap agama dan perantauannya ke luar negeri. Selama merantau, ia tetap mempelajari Islam baik dari karya para orientalis maupun ulama Islam sendiri. Snouck Hurgronje, Sales dan Maulana Ali adalah diantara penulis tentang Islam yang disebutnya. Tan Malaka menyampaikan pengaruh Islam terhadap susunan masyarakat, politik, ekonomi dan teknik bangsa Arab, perkembangan Islam dari sejak jaman khalifah hingga masa modern ini. Diantara pergerakan Islam yang baru pada saat ini disebutnya seperti Wahabi, Muhammadiyah dan Ahmadiyah.

Gambaran masa kecil, remaja dan dewasa dari Muhammad diceritakan begitu berkesannya oleh Tan Malaka (hal. 6-9). Sebuah masyarakat tempat lahir, hidup dan berkembang dari Muhammad dijabarkan oleh Tan Malaka. Masyarakat Arab terpecah-belah lagi saling bermusuhan. Paganisme kesukuan merajalela. Untuk kedamaian mereka membutuhkan persatuan. Persatuan yang dimaksud itu harus dilandasi keyakinan yang kuat akan keesaan Tuhan bukan penyembahan berbagai macam berhala/dewa kesukuan yang justru menimbulkan kebanggaan antar suku dan kelompok masyarakat sehingga terjadi permusuhan satu dengan yang lain.

Keyakinan akan keesaan Tuhan berdampak pada keyakinan akan persamaan umat manusia dihadapan-Nya. Inilah ajaran tauhid yang juga disampaikan oleh Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa. Namun demikian ada kekhususan yang signifikan dari Islam yaitu seperti yang ditanyakannya: “Adakah keesaan yang lebih pasti dan persamaan manusia dan manusia terhadap Tuhan lebih nyata daripada agama Islamnya Muhammad s.a.w.?

Sebagai bukti begitu jelasnya keyakinan akan keesaan Tuhan yang tidak mempunyai anak lagi tidak diperanakkan terlihat dari posisi Muhammad yang tidak pernah didewakan bahkan secara tegas menyebut dirinya ‘pesuruh Tuhan’ bukan anak Tuhan Berbagai macam ide yang mengarah pada idolatry/pemberhalaan ditutup/ditekan celahnya oleh Islam seperti pelukisan/penggambaran Tuhan, malaikat dan orang2 suci hal mana mempengaruhi ide reformasi Protestan yang diantara idenya ialah pelarangan penggambaran/pematungan para santo.

Perlunya klas perantara antara manusia dan Tuhan berupa kaum elit agamawan seperti rabbi dsb juga dikurangi dan ditutup. Setiap manusia sama-sama bisa berhubungan langsung dengan Tuhan tanpa diwakili oleh kaum elit agamawan. Kepercayaan kepada Allah sebagai Tuhannya yang esa Muhammad sebagai rasul-Nya dan persamaannya manusia terhadap Tuhan ditambah keyakinan akan kebahagian bernama surge merupakan magnet kuat untuk beramal. “Arabia dan Badui yang sudah bersatu itu mendapatkan surga dunia…” (halaman 13)

Berdasarkan Logika, Tan Malaka dengan tegas mengakui bukan hanya keesaan Tuhan tetapi juga kekuasaan Tuhan atas seluruh alam, dunia manusia dan makhluk lainnya. Karena “Agama monoteisme nabi Muhammad yang paling konsekuen terus lurus, maka menurut logika maka Muhammad yang terbesar diantara nabinya monoteisme.” (hlm. 14)

Disamping pendapat-pendapat diatas ada beberapa pendapat unik dari Tan Malaka yaitu:
1. Bukannya ide-ide kristiani dan Yahudi yang mempengaruhi pemikiran Muhammad tetapi justru ajaran Islam itulah yang puluhan dan ratusan tahun kemudian mempengaruhi alam pemikiran Kristiani;
2. Keberadaan kaum elit agamawan seperti Rabbi, pendeta dll yang memonopoli tafsir keagamaan dan upacara keagamaan dihapus dengan ide persamaan tiap-tiap manusia yang dapat langsung bisa berhubungan dengan Tuhan;
3. Kemunduran umat Islam terjadi ketika spirit tauhid dan persamaan ditanggalkan diganti dengan ide kesukuan;
4. Nabi ‘Isa-lah bukan orang lain yang dipakukan di tiang salib atas desakan kaum Yahudi.

Syarh/Komentar atas Buku
Judul : Islam dalam Tinjauan Madilog
Penulis : Tan Malaka
Penerbit : Pusat Penjiar Penerbit “Widjaja” Djakarta
Cetakan : IV/1951. Cetakan Pertama pada penerbit wakaf “Republik” 1948 di Bukit Tinggi
Halaman : 15
Peresensi: Dildaar Ahmad

Tidak ada komentar: