Pages

Minggu, 15 Agustus 2010

Wakil Walikota Sukabumi Prihatin Dengan Kehidupan Pelajar Saat ini

Minggu, 15 Agustus 2010 - 21:16:51 WIB

Laporan : Rojak Daud
Kategori: Ragam - Dibaca: 2 kali

64mulyono.jpg
KOTA SUKABUMI-(onlineberita)-Kehidupan pelajar di Kota Sukabumi semakin memprihatinkan. Mulai bentrokan (tawuran) antar pelajar, terlibat Narkoba, juga HIV.

Kasus ini meski tidak menimbulkan korban jiwa, namun telah menyeret belasan pelajar masuk penjara. Mereka terpaksa mendekam di balik jeruji besi karena perbuatannya. Satu hal lagi yang lebih memprihatinkan, yaitu rasa nasionalisme yang kurang.

Masalah ini disoroti oleh Wakil Walikota Sukabumi DR.H. Mulyono,MM disela acara pembukaan Musyawarah Cabang (Muscab) IMM, Sukabumi yang dilangsungkan di Auditorium Universitas Muhammdiyah, Sukabumi Minggu (15/08).

Kata Mulyono, meski upaya-upaya sudah dilakukan oleh Pemerintah dan pihak Kepolisian, namun bentrok antar pelajar bukan semakin redup, malah justru makin meningkat.

"Akhir-akhir ini ada tawuran gaya baru yaitu. Jika biasanya main keroyokan, sekarang para pelajar mulai dengan cara satu lawan satu dan di jaga oleh wasit, seperti sebuah pertandingan," ungkap Mulyono.

Menyinggung nyaris hilangnya rasa nasionalisme di kalangan pelajar Mulyono menjelaskan, hasil survei yang dilakukan oleh komunitas mahasiswa, bahwa bahwa contoh kecilnya, pelajar sudah jarang menghafal lagu indonesia raya dan lagu lagu kebangsaan lainnya. Bahwakan nyaris tak tahu sama sekali.

"Hal ini memang sangat memprihatinkan, namun perlu kerjasama dari semua pihak untuk bisa menekan persoalan seperti ini, dari kalangan Mahasiswa sebagai kaum intelektual juga harus bisa mengambil peran untuk memberikan solusi sehingga terbentuknya generasi muda yang nasionalis-agamis dan intelektual," ungkapnya.

Di tempat yang sama Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Sukabumi, Fazri Arkiang mengatakan, sekolah pertama tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya.

Karena itu dengan demikian, tidak akan mampu memberikan daya rangsang siswanya untuk belajar. "Misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas pendukung, dan sebagainya," paparnya.

Siswa akan lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. "Namun ada satu bentuk kekerasan yang sengaja dipelihara secara tersistem di sekolah seperti komunitas Dancer, Chilider tanpa terasa aktivitas seperti ini adalah sebuah bentuk kekerasan juga terhadap pelajar," jelasnya.

Komunitas seperti kata dia, secara moral tidak pantas ada di lembaga pendidikan, namun ini dijadikan kegiatan ekstra, karena hal-hal seperti inilah menjadi bagian pemicu dari kekerasan lainnya. "Siswa jadi lebih memilih seperti ini dari pada kegiatan ekstra yang lebih positif lainnya. Komunitas seperti inipun secara tidak langsung menghilangkan rasa nasionalisme siswa itu sendiri," ungkapnya. (rojak daud)

Tidak ada komentar: